Cerita Anak : Dimas Ingin Jadi Polisi

www.kinamariz.com -Polisi Cilik, Image Source : Sumselupdate.com-
#SakinahMenulis-Sejak usianya 5 tahun, Dimas bercita-cita menjadi polisi. Dia sangat bangga menceritakan cita-citanya itu pada semua orang, termasuk kakek. Kakek Dimas, dulunya adalah seorang polisi. Namun karena usianya sudah terlalu tua, kakek harus pensiun dan tinggal di rumah. Kakek sering bercerita dengan Dimas tentang pengalamannya menjadi polisi.

Biasanya cerita-cerita kakek selalu berakhir gembira, tapi entah mengapa, akhir-akhir ini kakek tidak mau bercerita panjang lagi pada Dimas. Kakek terlihat murung dan tidak bersemangat. Kesedihan kakek membuat Dimas gelisah. Dimas mencoba menghibur kakek dengan cerita-cerita lucu, namun usahanya sia-sia, kakek masih tetap bersedih. Suatu pagi, ketika kakek sedang menyendiri di kamarnya, Dimas masuk pelan-pelan dan menutup pintunya.

“Kek, boleh Dimas temani kakek?” tanya Dimas sambil mengusap pipi kakek yang lembut dan penuh keriput.

”Ya, cucuku sayang. Kemarilah! Ada yang ingin kakek tunjukkan.” Kakek memanggil Dimas dan mengambil sesuatu yang tergantung di lemari.

“Wah, keren!” Dimas berseru girang saat melihat kakek mengenakan baju seragamnya itu.

“Bagaimana cucuku? Apakah kakek masih pantas menggunakan ini?” tanya kakek sambil bergaya bak seorang polisi bertubuh kekar. Dimas mengakui bahwa kakek memang masih kelihatan kekar dan kuat. Meskipun tubuh dan wajahnya berkeriput, juga kulitnya mulai menggelambir, namun kakek tetap terlihat gagah. Rambut putihnya membuat kakek semakin kelihatan arif dan bijaksana.

Dimas mengacungkan kedua jempolnya pada kakek sambil tersenyum senang. Tahulah Dimas bahwa kakek rindu dengan pekerjaannya sebagai polisi. Bagaimanapun, kerinduan kakek adalah cita-cita yang luhur dan harus disampaikan, pikir Dimas.

“Kek, kakek ganteng sekali kalau pakai seragam.” puji Dimas sambil menggandeng tangan kakek. Kakek mengelus kepala Dimas yang botak sambil tersenyum, menunjukkan barisan giginya yang banyak menghilang.

“Kek, Dimas lihat berita di televisi, katanya sekarang sedang banyak penculikan anak-anak!” Dimas tiba-tiba teringat dengan nasehat Bu guru yang mengatakan bahwa anak-anak harus hati-hati bermain di luar dan waspada terhadap ajakan orang tak dikenal ataupun makanan pemberian orang asing tersebut.

“Aha! Dimas punya rencana bagus buat mengusir kesepian kakek sekaligus membantu menyelamatkan teman-teman Dimas.” Sebuah ide cemerlang muncul dari benak Dimas.

***
Tiinn… Tiinn… Bunyi klakson bus sekolah Dimas terdengar dari pagar depan. Dimas berdiri menyalam Mama dan Papanya dengan wajah gembira dan jantung berdegup kencang. Kakeknya telah berdiri dengan seragam polisinya. Kakek terlihat gagah dan bahagia. Teman-teman Dimas melihat kakek dengan tatapan heran dan bertanya-tanya. Dimas dengan bangga memperkenalkan kakeknya pada teman-temannya. Kakek menjawab setiap pertanyaan teman-teman Dimas dengan sabar dan ramah. Tanpa terasa bus melaju hingga ke pekarangan sekolah. Dimas dan teman-temannya turun satu-satu dari bus dan berjalan menuju kelas masing-masing. Pagi ini, upacara bendera akan segera dimulai.

“Anak-anak, hari ini kita mendapat kunjungan yang luar biasa dari seorang pensiunan Polisi.” Pidato Bu Elly, kepala sekolah melirik Dimas sambil tersenyum. Kehadiran kakek Dimas adalah sebagai seorang anggota kepolisian yang masih saja ingin mengabdikan dirinya kepada masyarakat.

“Kakek akan mengajarkan kalian bagaimana cara melindungi diri kalian dari hal-hal yang tidak kita inginkan.” sambung Bu Elly. "Kita harus belajar untuk mencegah perilaku yang bisa mencelakakan nyawa sendiri dan orang lain. Kalian akan dibekali pengetahuan dan ilmu bela diri oleh kakek selama dua bulan," lanjutnya. Anak-anak bertepuk tangan gembira. Mereka bersukacita sebab akan mendapatkan pengetahuan baru yang menarik.

Satu bulan setelah kedatangan kakek, semua anak-anak tampak berbeda. Mereka tidak lagi menghabiskan waktu dengan bermain-main di jalanan ataupun bermain game. Mereka lebih berkonsentrasi pada latihan-latihan beladiri yang diajarkan kakek. Kakek mengajarkan teknik pertahanan diri pada anak-anak itu dan menganjurkannya agar banyak mengkonsumsi sayur dan buah. Vitamin dan mineral yang terdapat dalam sayur dan buah sangat baik untuk menjaga kesehatan dan memberikan kebugaran bagi tubuh.

“Jika tubuh kita sehat, maka penyakit tidak akan mudah datang.” Kata kakek satu kali, ketika melihat Rena, teman Dimas yang malas makan sayur. Tubuh Rena jadi kurus dan kulitnya kering.

“Susu juga baik untuk kekuatan dan pertumbuhan tulang. Anak-anak harus rajin minum susu supaya cepat gede.” Dimas menambahkan nasehat kakek sambil menjilat gelas susunya yang sudah habis. Kakek hanya tersenyum sambil menutup setengah giginya yang ompong.

Tidak terasa, masa pelatihan dari kakek akan berakhir besok. Dimas dan teman-temannya telah melakukan simulasi. Simulasi adalah ujian dari latihan yang diajarkan selama ini. Tibalah saatnya mendengar pengumuman kelulusan. Anak-anak yang terbaik akan mendapatkan tanda bintang di bahu kanannya sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Satu bintang kecil untuk anak yang tidak pernah absen latihan. Satu bintang besar untuk anak yang lulus simulasi, dan sebuah medali kecil.

“Andika Pratama.” Suara kakek memanggil salah seorang teman Dimas yang bertubuh gempal. Kakek menyematkan dua bintang di bahu kanannya. Dika adalah ketua kelas yang rajin dan cerdas. Atas keberaniannya dan kepatuhannya, kakek memberikan medali Sang Pemimpin pada Dika. Dia melonjak kegirangan dan menyalami guru-guru. Teman-temannya mengucapkan selamat sambil menunggu namanya dipanggil dengan dada berdebar.

“Chairuna Raisa.” panggil kakek. Ica adalah anak perempuan yang rajin membaca. Dia banyak mengetahui masalah gizi dan kesehatan. Cita-cita Ica adalah dokter, maka karena kecerdasannya, kakek memberinya dua bintang serta medali Dokter Cilik. Semua temannya bertepuk tangan. Ica menerimanya dengan senyum lebar.

“Zaki Utama.” nama anak laki-laki terakhir yang dipanggil kakek menutup pengumuman pagi ini. Semua anak bersorak gembira seraya memamerkan bintang di bahu kanannya masing-masing. Hadiah dari kemenangan mereka selama ini. Jody sang juara kelas mendapat medali Sang Ilmuwan, dan Adis dengan medali Sang Penyair Cilik karena gemar membaca dan pandai menulis puisi. Tapi, ada satu nama yang belum dipanggil. Dimas dengan wajah murung mendekati barisan Dika, Ica, Zaki, Jody dan Adis. Tak lupa dia memberi selamat pada mereka.

“Loh, kamu kenapa tidak dipanggil Dimas?” tanya Ica sambil memperhatikan wajah temannya yang gembul itu.

“Iya, nama kamu seharusnya sudah dipanggil tadi, sebelum namaku.” Jody menambahkan.

“Biar aku yang melaporkannya dengan Bu Elly.” Sambung Andika. Mereka bersama-sama ke depan barisan untuk menanyakan nama Dimas yang belum dipanggil. Mereka pikir, Bu Elly dan kakek tentu keliru sewaktu mengabsen.

“Anak-anak diharap tenang dan kembali  berbaris rapi. Ada satu lagi pengumuman yang paling penting.” perintah Bu Elly melalui pengeras suara. Semua anak diam dan membetulkan posisinya di barisan.

“Dimas Irawan, silahkan berdiri ke depan.” Bu Elly, kepala sekolah memanggil Dimas. Dia datang ke depan dengan gugup. Dimas tidak tahu mengapa tadi namanya tidak dipanggil dan sekarang dipanggil sendirian.

“Selamat Nak. Kamu menjadi Sang Pahlawan di sekolah ini. Terima kasih, karena idemu mengundang kakek, teman-temanmu jadi banyak mendapat pengetahuan dan keterampilan.” Seru Bu Elly.

Teman-teman Dimas bersorak lagi. Tepuk tangan dan ucapan selamat bertubi-tubi menghampirinya. Dia bahagia sekali hari ini. Dalam hatinya dia berjanji, akan selalu berbuat yang terbaik demi kepentingan orang banyak, meskipun nanti tidak diberi medali.

www.kinamariz.com -Image Source Liputan6.com-
KSI Medan, 02/06/2009

(Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz)

1 comment

  1. Silahkan untuk berkomentar, namun ingat ya link hidup tidak diperkenankan diletak sembarangan di sini. Insya Allah saya siap kok blog walking tanpa harus nempel-nempel backlink. Ok. Thanks

    ReplyDelete

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital