ISCO Foundation Dukung Kreativitas Anak Melalui Atraksi Seni Budaya

www.kinamariz.com
ISCO Foundation
#SakinahMenulis-Dorothy Notles pernah berkata, “Jika anak dibesarkan dengan cacian, dia belajar memaki. Namun jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai orang lain.” Demikianlah, anak ibarat sebuah gelas kosong yang masih kering dan bersih, sedangkan orangtua adalah seorang pramusaji yang bertugas menuangkan sesuatu ke dalamnya. Gelas kosong pastilah menampung segala yang dituang tanpa berusaha menyaringnya. Permasalahannya, dengan apa si “pramusaji” tersebut akan mengisi gelas kosong itu, apakah dengan seduhan kopi hitam pekat, teh pahit berwarna kecokelatan, susu putih kental, atau segelas air mineral yang jernih dan sejuk?

Dalam proses perkembangan dan pembentukan kepribadian, anak membutuhkan segala informasi tentang semua yang ada dan terjadi di sekelilingnya. Anak selalu ingin tahu tentang apa saja yang terlintas dipikirannya. Salah satu media berpengaruh bagi pembentuk kepribadian positif pada anak, yakni dengan memperkenalkan sastra dan seni budaya pada mereka. Mengenalkan anak pada dunia seni, sastra dan budaya akan mendekatkan anak dengan alam adat-istiadatnya (yang pasti mengandung nilai-nilai normatif dalam kehidupan bermasyarakat) mendidiknya untuk mencintai akar budaya dengan langkah mengenalkan, mengajarkan, dan akhirnya mampu menjaga dan melestarikannya.

Pada hari Minggu, 20 Februari 2011 bertempat di Gedung Utama Taman Budaya Medan, berlangsung sebuah pementasan yang seluruhnya diisi dengan penampilan kolosal 115 anak usia 5 sampai 14 tahun. Acara yang berjudul 'Hari Gembira Anak ISCO' dan menggarap tema 'Cintai Budaya dengan Kreatifitas dan Prestasi', menampilkan aksi panggung yang ceria, heboh, dan mengesankan. Acara dimulai sejak pagi pukul 10.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 12.30 WIB siang. Sebagian besar hadirin adalah Orangtua yang menitipkan sebagian proses pendidikan anaknya bersama ISCO Foundation.

Pembukaan menampilkan seorang karateka putri cilik yang piawai mempraktekkan jurus-jurusnya. Dia adalah Yolanda, penyabet posisi ke 3 dalam kejuaraan karate se-kota Medan, beberapa waktu lalu. Dipandu meriah oleh dua MC, acara kemudian berlanjut ke kata sambutan ketua panitia pelaksana, Maria Tinambunan. Selanjutnya, tari-tarian daerah dari berbagai suku seperti Batak Toba, Melayu Deli, Aceh dan Papua, serta deklamasi puisi yang diiringi dramatisasinya oleh anak-anak lain. Seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang bernama Lambang, membacakan puisi “Jam Dinding” diiringi gerakan tiga anak yang memeluk karton bergambar jam. Ada lagi deklamasi puisi yang dibacakan serempak dari anak-anak Bagan Deli. Puisi yang berjudul “Lautku” dibacakan dua anak, sedangkan anak-anak lain saling memegang bahu temannya, berbaris dengan posisi menyamping sambil bergoyang-goyang naik turun, mencitrakan gelombang laut. Atraksi polos anak-anak ini sangat menghibur.

Pergelaran seni dan budaya untuk anak diprakarsai oleh salah satu NGO (Non Government Organization) yang memfokuskan target pada anak-anak, khususnya anak dari keluarga bermasalah ataupun yang lemah ekonominya. ISCO atau Indonesia Street Children Organization, merupakan lembaga peduli hak-hak anak untuk menempuh pendidikan dengan layak, memiliki keterampilan dan kreativitas, juga mengarahkan anak menuju masa depan yang lebih baik. (Seputar ISCO dapat diakses di www.iscofoundation.org atau di facebook dengan mengetikkan nama iscofoundation pada search anda)

Berdasarkan keterangan Maria Tinambunan selaku Operasional Manager ISCO, organisasi ini hadir di Indonesia pada tahun 1999. Sekertariat pusatnya ada di kota Jakarta, sedangkan cabangnya ada di Surabaya, Depok, Wilayah Jawa Barat, hingga di wilayah Medan Belawan, Medan Polonia, Kampung Kurnia dan Bagan Deli. Maria dan timnya menanggungjawabi setiap daerah dengan melakukan kunjungan dan tinjauan yang cukup intensif. “ISCO selalu menekankan pada mereka bahwa setiap anak, punya kesempatan yang sama untuk masa depannya. Anak harus mengetahui akar budayanya dengan mengajaknya ikut berperan di dalamnya. Kegiatan ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan rasa cinta anak pada seni tradisional dan kebudayaan itu sendiri, juga sebagai ajang unjuk kreativitas dari kegiatan sanggar yang telah kami ajarkan selama ini” tutur Maria saat ditanya.

www.kinamariz.com
ISCO Foundatiion
Saat ini, ISCO cabang Belawan telah membina 175 anak, Polonia 120 anak, Kampung Kurnia 47 anak dan Bagan Deli 28 anak. Perekrutan anak-anak dilakukan dengan mendata anak-anak setempat dan mendatangi orangtua mereka untuk meminta persetujuan. Komunikasi langsung dilakukan oleh volunteer (relawan) ISCO dengan masyarakat setempat, demi kenyamanan anak-anak selama proses pembinaan. Mereka kemudian menamakan sekertariatnya sebagai sanggar. “ISCO sendiri punya dua program, yakni program beasiswa dan sanggar.” tambah Maria. Beasiswa diberikan untuk anak tidak mampu dan anak berprestasi. Bagi anak yang cerdas dan lulus SNMPTN di Universitas Negeri maka ISCO juga memberikan beasiswa, sedangkan bagi mereka yang mimilih untuk tidak kuliah, ISCO menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Bantuan tetap dari donatur ISCO adalah Carefour dan Hess Oil, sedangkan donatur lainnya lebih bersifat temporer seperti Bank DBS, perusahaan mobil BMW dan hotel JW Marriot.

Dari keterangan Anwar, koordinator ISCO cabang Belawan, Kampung Kurnia, dan  Bagan Deli, masyarakat setempat sangat mendukung kegiatan sanggar bagi anaknya. Sanggar adalah kegiatan rutin anak seperti mengulang pelajaran di sekolah, belajar melukis, menari, menyanyi bersama dan membuat prakarya. Sanggar dibuka setelah anak-anak pulang dari sekolah hingga sore hari, sehingga anak tidak lagi punya kesempatan untuk bermain-main di jalanan. Ini merupakan tujuan luhur dari ISCO yakni mencegah anak untuk turun ke jalan dan mengajak anak untuk meraih masa depan yang cerah.

Pembekalan untuk melatih mental mandiri dan bertanggung jawab pada anak, seperti yang telah dilakukan ISCO, patut ditiru. Kepedulian terhadap anak tidak hanya tercetus melalui orasi-orasi ataupun aksi demonstrasi menuntut pemerintah saja. Lebih besar dari itu, gerakan-gerakan semacam ISCO dinilai lebih terukur dan terarah, sebab sebuah kerja nyata akan menghasilkan produk yang nyata pula. Faktanya, anak-anak yang dibina di sanggar ternyata cenderung menyikapi masa depannya dengan semangat. Mereka lebih terjaga untuk melakukan hal-hal positif dan berprestasi di sekolah juga berharga di masyarakat.

Pendekatan melalui media seni dan pemahaman tentang kebudayaan dilakukan sebagai upaya preventif dari pengaruh modernisme. Tiga hal buruk tentang era modernisasi yakni kapitalisme, postmodernisme, dan keajaiban cyber space menurut Prof. Yasraf Amir Piliang, perlu menjadi kekhawatiran bersama. Peran orangtua dan lingkungan sangat besar dalam membentuk karakter dan pola pikir anak.

Anak sebagai tunas bangsa yang akan memimpin negara ini kelak, berhak mendapatkan pembinaan dan arahan dari generasi sekarang. Potret anak-anak hari ini, sudah tentu merupakan potret pemimpin kita besok. Kita tentu tidak menginginkan generasi muda kita hancur karena pengaruh kenangan ataupun pengalaman masa kecilnya yang suram. Oleh sebab itu, mengenalkan seni pada anak dan menanamkan nilai-nilai kebudayaan, diharapkan bisa mengurangi dampak buruk dari modernisasi tersebut.

KSI Medan, 2011
(Penulis merupakan mahasiswi Semester IV, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan)


Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz

1 comment

  1. Silahkan untuk berkomentar, namun ingat ya link hidup tidak diperkenankan diletak sembarangan di sini. Insya Allah saya siap kok blog walking tanpa harus nempel-nempel backlink. Ok. Thanks

    ReplyDelete

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital