Esai: Bahasa Gaul Lintas Media

www.kinamariz.com
Anak 4L4Y -Hahaha Album Fotoku 2015
#SakinahMenulis-Fenomena Kreativitas atau Degradasi Nasionalisme?
Kecenderungan remaja dalam berbahasa dengan variasi bahasa lisan yang khas meremaja alias gaul, menjadi problematika yang kerap dikaji akademisi bahasa. Tidak hanya aktif, superior, dan fagosit menyerang ke kehidupan remaja di dunia nyata, juga di dunia teknologi dan sosial media semisal SMS, Whatsapp, BBM, Facebook, Twitter, Wechat, dll juga demikian. Bahasa ini telah mengambil porsi yang lebih besar dibanding pemakaian bahasa Indonesia yang baku dan benar. Remaja seolah-olah menempati ruang bahasanya tersendiri, ketika dengan bebasnya Bahasa Gaul itu mendominasi percakapan. Lantas yang menjadi pertanyaan besarnya adalah 'Apa yang terjadi pada remaja dan bahasa gaulnya?'

Bahasa Gaul sebenarnya bukan fakta baru. Sejak tahun 1970-an, embrio bahasa ini sudah lahir, dimulai dari wacana tentang Bahasa Prokem (Bahasa Anak jalanan). Lalu di tahun 1980-an disusul pula oleh Debby Sahertian dengan Kamus Bahasa Gaulnya. Bahasa Gaul yang notabenenya lahir dan berkembang dari komunitas-komunitas di ranah perkotaan ini, akhirnya semakin pesat melintasi segala lini berkat 'pertolongan' media. Disadari atau tidak, media sebagai corong publik telah menjembatani remaja dalam menyalurkan aspirasinya dalam bentuk variasi bahasa-bahasa baru. Tayangan sinetron di televisi, sebagai sampel yang paling umum. Media serupa tayangan film dan sinetron, sedikit banyaknya telah memberikan sumbangsih pemikiran bagi remaja dalam memberikan artian-artian baru atau menggunakan variasi komunikasi. Yang disayangkan, kosa kata-kata baru tersebut bentuk dasarnya diambil dari lema bahasa yang telah disepakati negara dalam aturan UUD 1945 pasal 36 tentang bahasa resmi, Bahasa Indonesia. Salah satu contohnya : lema 'serius' yang diubah menjadi 'ciyus', lema 'secara' yang berarti 'ala/adalah' dipertukarkan fungsinya menjadi 'sebab/karena'.
  • Contoh 1 A : Ciyus? Kamu beneran mau pulang? *(Serius, kamu benar-benar ingin pulang?)
  • Contoh 2 B : Ya iyalah gue ganteng. Secara, gue gitu loh… (Ya benar saya ganteng, sebab begitulah saya)

Kesadaran berbahasa gaul ini ternyata tak cuma didapati dari tayangan sinetron, berbagai aktivitas percakapan di dunia maya, atau buku-buku seputar remaja, namun keberadaan komunitas-komunitas penuturnya yang semakin banyak. Bahasa gaul ini juga senantiasa menjadi penanda kode kebahasaan bagi kaum-kaum tertentu semisal komunitas gay dan waria, komunitas anak alay, dan lain-lainnya. Perlakuan bahasa yang dilakukan, serta proses penyandian bahasanya juga berbeda sebab disesuaikan dengan psikologis dan sosiologis penuturnya. Kali ini, tidak sekedar bongkar-ubah lema bahasa, namun hingga ke pembentukan kata-kata baru. Contoh Daftar Kata Yang di-Gaulkan :
  • Ayah - Bokap
  • Kepo - Orang yang selalu ingin tahu
  • Ibu - Nyokap
  • Jadul - Jaman Dulu
  • Ayah dan Ibu - Bonyok/Boss
  • Lambretta - Lambat
Atau kata-kata yang dibuat dari lambang bahasa yang sengaja dipertukarkan dengan angka, hingga pemakaian huruf kapital yang arbiterer, hingga penggalan kata.
Contoh : 4L4Y (ALAY), (h4Y 5414nk, 93 p41n n1ch?!= Hai sayang, lagi ngapain nih?)

Perbedaan interferensi dan interpretasi sangat mengkin terjadi bila bahasa-bahasa di atas dihadapkan pada lingkungan dan komunitas sosial di luar penutur bahasanya tersebut. Dengan kata lain, ada semacam kondisi yang harus menjadi prasyarat sebelum bahasa di atas digunakan. Kondisi itu adalah situasi bahasa yang non-formal, yang berada di lingkungan bebas. Tata Bahasa Baku dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sebagai panduan berbahasa Indonesia, tidak berlaku dalam Bahasa Gaul. Peristiwa encoding-decoding bahasa yang dilakukan oleh penutur Bahasa Gaul ini juga memberikan fenomena lain. Sebuah ketidaktaatan, adalah cermin sikap pemberontakan atas bahasa dari sistem-sistem bakunya.

Jean Piaget, pakar psikolinguistik yang menelaah bahwa di usia remaja, manusia akan memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Piaget mengatakan bahwa tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia, dimana itu berarti setiap orang mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya yang akan sejalan dengan perkembangan kognitifnya. Maka, dengan ini perkembangan bahasa remaja seharusnya mengalami peningkatan secara pesat. Namun, alangkah terkejutnya kita, bilamana fenomena Bahasa Gaul ini ternyata menjadi lebih erat dengan kehidupan remaja dibanding bahasa resmi negaranya sendiri. Perlu diingat, bahwa yang menjadi penutur Bahasa gaul ini adalah remaja-remaja yang tengah memasuki perkembangan tahap formal operasional. Tahap menuju kematangan berbahasa. Akan tetapi, mengapa justru di tahap ini remaja melakukan pemberontakan besar-besaran terhadap aturan bahasa bakunya?

Di satu sisi, kita bisa mengindikasikan kemunculan Bahasa Gaul sebagai proses kreatif remaja pada zamannya. Artinya, perkembangan latar belakang lingkungan sosial, status, psikologi, dan komunitas penutur bahasa yang semakin lama semakin variatif. Ada upaya atau langkah-langkah ‘nakal’ yang sengaja dilakukan untuk hengkang dari keteraturan tersebut. Ini tidak bisa dipersalahkan, karena memang bahasa itu tidak statis. Bahasa dinamis dan arbiterer, yang akan lahir dan punah sendiri oleh kebiasaan penutur bahasa tersebut. Namun apa bisa yang terjadi, bilamana bahasa yang terlahir dari pengubahan sistem bahasa baku tersebut tiba-tiba menjadi dominan? Ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dan UUD 1945 Pasal 36 tersebut tidak akan ada maknanya lagi. Implikasinya : Bahasa Indonesia yang baku dan resmi itu lambat laun akan menggerus dengan sendirinya!

Sejarah panjang dari kemerdekaan Republik Indonesia adalah persatuan dan kesatuan nasional. Perjuangan para pahlawan yang membebaskan kita dari belenggu para penjajah, semata-mata terlahir dari semangat kebersamaan. Kebersamaan yang muncul dari hubungan kesamaan, satu tanah air, satu bangsa, satu negara, dengan perekat yang satu, yakni Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak hanya ketat dengan aturan, namun juga terlahir dari historis bangsanya. Identitas bangsa Indonesia akan terpancar melalui Bahasa Indonesia. Dari 746 bahasa daerah dan sekitar 1.128 suku bangsa yang ada di negara Indonesia, maka harapan untuk tetap mempersatukan bangsa Indonesia adalah dengan saling berbahasa Indonesia.

Pemertahanan terhadap bahasa resmi penting untuk dilaksanakan sebagai bukti nasionalisme dan kesadaran bertanah air. Sikap pemertahanan bahasa tentu saja dilakukan dengan membantu para penutur untuk menggunakan bahasa tersebut, baik dalam ragam lisan maupun tulis, sehingga bahasa tersebut tidak punah. Kemudian, bagaimana dengan generasi muda kita yang malah merombak-ganti bahasa negerinya sendiri? Silahkan dijawab dalam hati masing-masing, karena sejatinya bahasa itu ada dan hidup dalam diri kita.

KSI-Medan,  April 2013
Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz, saat itu masih mahasiswi semester VIII Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, UNIMED)

(Tulisan ini telah dimuat di Rubrik Rebana, Koran Analisa Minggu)

No comments

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital