Resensi Novel Ranah 3 Warna : Jejak Alif

www.kinamariz.com
Cover Ranah 3 Warna
#SakinahMenulis-                                      RESENSI BUKU
  • Judul          : Ranah 3 Warna (Buku Kedua Dari Trilogi Negeri 5 Menara)
  • Pengarang : A. Fuadi
  • Cetakan     : Pertama, Januari 2011
  • Penerbit     : Kompas Gramedia
  • Jenis          : Novel     

Buah dari kesabaran adalah keajaiban', demikian ungkapan sarat makna yang tertulis dari novel kedua dari trilogi Negeri 5 Menara karya A Fuadi ini. Setelah sebelumnya berhasil menyihir pembaca dengan letupan mantera Man Jadda, wa jada (dimana ada kemauan disitu ada jalan), kali ini penulis menguatkan cerita dengan kalimat Man Shabara Zafira (Barang siapa yang bersabar, akan beruntung).

Dalam cerita sebelumnya, penulis A Fuadi dengan apik membawa kita jauh ke sebuah pondok pesantren yang berada di tanah Jawa. Pondok Madani merupakan rumah bagi santri yang rakus ilmu juga tempat membina dan membentuk karakter kokoh. Disanalah dulu Alif dan kelima sahabatnya, (para Sahibul Menara) belajar keras, menempa diri mereka demi meraih masa depan. Keteladanan para guru dan kharisma kuat pemimpin pondok, Kyai Rais menyertai langkah Alif untuk mengejar cita-citanya, kuliah di universitas negeri.

Kisah Alif dan sahibul menara telah berakhir sejak upacara kelulusan mereka yang mengharukan. Impiannya kuliah di universitas negeri dan menginjakkan kaki di Benua Amerika ternyata tidak mudah. Perbedaan kurikulum pelajaran di pesantren membuatnya harus mati-matian belajar keras untuk menempuh ujian persamaan tingkat SMA supaya bisa melamar di perguruan tinggi negeri. Belum lagi persaingan di UMPTN (sekarang SNMPTN) sangat ketat, membuatnya harus berjuang hingga darah tidak menitik sekalipun!

A Fuadi, penulis yang kental dengan pesan-pesan religinya, menuntun kita menyelami perjalanan hidup Alif yang penuh warna. Kesedihan dan kenyataan dikemas dengan bahasa sederhana, sehingga pembaca tidak dipaksa “Menangis Bombay” ketika menikmati perjuangan Alif. Tragedi-komedi muncul serupa sindiran halus untuk senantiasa ikhlas mensyukuri pemberian Allah SWT, terasa lebih berkesan dan sukses menitikkan airmata. Novel ini mengajak kita sama-sama berfikir sekaligus membiarkan kita agar merasakan penderitaan si tokoh dengan perspektif masing-masing.

Randai, sahabat Alif sedari kecil menyalakan kembali semangat berkompetisi di antara mereka. Randai yang cerdas, kuliah di ITB, dan anak orang kaya itu menjadi lecutan kuat bagi Alif untuk berusaha lebih unggul. Berbekal kemampuan Bahasa Arab dan Inggrisnya yang sangat baik, Alif mengambil jurusan Hubungan Internasional di Universitas Padjajaran. Allah menjawab do’a dan ikhtiarnya. Saat perkuliahan berjalan, tiba-tiba Alif dihadapkan pada kenyataan bahwa orangtuanya terlalu papa untuk membiayai kuliah dan hidupnya di perantauan.

Kekurangan mengajarkan kita bersyukur, sedangkan kelebihan mengajarkan kita untuk saling berbagi. Ranah 3 Warna adalah refleksi dari diri kita kemarin, hari ini, dan besok. Fase kehidupan selalu dijalani seseorang dengan beragam cara. Adakalanya sebuah peristiwa kecil, mengubah hidup kita untuk hal-hal yang besar. Hal-hal besar yang kokoh sekalipun ternyata juga bisa runtuh oleh sebuah momen kecil. Penulis A. Fuadi, telah menyuguhkan renungan berfikir filsafati yang besar dengan gayanya sendiri.

Kesempatan kadang datang dengan cara yang tak disangka-sangka. Perrtemuan singkat di bis memberinya informasi jika ternyata ada program pertukaran pelajar ke salah satu negara di benua Amerika, Kanada. Si cantik Raisa yang cerdas dan Randai yang beruntung juga ikut dalam test ke Quebec, Kanada. Cita-cita Alif ke Amerika bersama sahibul menara beberapa tahun lalu, mempunyia banyak kelemahan. Hal ini semakin menyudutkan posisi Alif. Di satu sisi dia adalah lulusan pondok yang dituntut supaya senantiasa berprilaku santun dan menjaga interaksinya dengan lawan jenis, tapi di sisi yang lain, dia harus mengakui bahwa dia mencintai Raisa. Kompetisi sengit antara Alif dan Randai dimulai. Siapa yang akan memenangkan tiket ke Quebec?

Ranah 3 Warna bukan hanya sekedar representasi dari perjalanan Alif dari ranah Sumatera Barat di wilayah Danau Maninjau ke ranah Jawa Barat di Bandung, tempatnya menuntaskan janjinya pada Allah dan orangtuanya. Warna dari ranah ini hanyalah simbolisme untuk membantu proses kematangan pembaca. Melalui tokoh Alif, kita diajak bernalar empirik hingga menuangkan ide-ide yang kita tangkap dalam pemahaman yang lebih komperhensif. Ranah 3 Warna, pada akhirnya mencitrakan “loncatan-loncatan dalam hidup” itu sendiri. Masa-masa penting dimana saat kita mulai mengenal tujuan hidup, meraihnya susah payah hingga akhirnya mendapatkan kemenangan manis. Seperti kata pepatah Arab, Man Yazra’ Yahsud maka benarlah maknanya bahwa siapa yang menanam, akan menuai apa yang ditanam.

Medan, Maret 2011
(Penulis Merupakan Mahasiswi Semester IV Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan)

Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz

1 comment

  1. Silahkan untuk berkomentar, namun ingat ya link hidup tidak diperkenankan diletak sembarangan di sini. Insya Allah saya siap kok blog walking tanpa harus nempel-nempel backlink. Ok. Thanks

    ReplyDelete

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital