Catatan Puisi 2009 : Who Knows About Life?

#SakinahMenulis-Who knows about life?

Takdir. Demikianlah kita menyebutnya untuk segala hal yang kita tak pernah tahu akan kemana. Seperti halnya puisi-puisi yang terbit ini. Saya tidak pernah tahu, terbitnya puisi ini menghantarkan saya bertemu dengan takdir itu. Ya, takdir saya untuk mengirimkan 7 puisi ini ke email seorang redaktur kolom Remaja di koran bernama Harian Global.Redaktur berinisial Try yang saya kagumi diam-diam dari artikel-artikelnya. Hm, cinta memang bisa muncul darimana saja, tak terkecuali dari patahan-patahan kata. And finally, we getting married.😁💖
www.kinamariz.com -Happy Wedding-
Gelap

Pekat menggumpal lekat-lekat
Dalam kelam malam beku
Sedang bisu menikam tajam
Membekap hitam
Yang membalut diam-diam
Di sini, di sudut negeri


(Terbit di Harian Global, Kolom Remaja, Juli, Agustus, September, Oktober 2009)

Kau Belum Tahu

Diam ku menapa
Beku menjerat luka
Merana menelan asa
Tak tersisa
Belati mengorek kembali
Koyak hati yang menganga
Dan balut pucat ketidakpercayaanku
Malaikatmu telah datang


Saat ingin kulayangkan pandang
Dan mengucap sepatah
Debur ombak cinta di hatiku
Agar berdermaga perahu cinta ini padamu
Kau sepi yang menepi
Meremuk cintaku layu
Dingin kelam bersandar di raut nisanmu
Sayang,
Biar kukubur hati ini bersama jasad kakumu
Walau kau tak kan pernah tahu
Seribu kecupan terselip disana
Untukmu                                                                                         
Sabtu, (25/07/2009)


Cambuk Rindu

Aku rela di rajam;
Di bakar;
Di tikam;
Di sayat ;
Cinta
Tapi tolong,
Jangan cambuk aku dengan seutas rindu
Yang bisa lelehkan aku jadi abu
Remukkan aku seperti kutu
Cincang aku dalam kemelut kusut rindu
Yang tergulung di bingkai wajahmu                                           
Sabtu, (01/08/2009)


Malam Kesembilan

Langit meneteskan anak hujan di pucuk-pucuknya. Memberi isyarat pada alam untuk menelan matahari. Senja merapati bibir malam. Semenjak diam terus berkumandang di bola mata. Entah sampai kapan. Kurasa ada yang berbeda. Pada gerimis kali ini. Ini bukan gerimis. Ini hujan perpisahan. Tepat di malam kesembilan, seribu daun berbisik kaku. Benang merah itu telah putus, katanya                                    Sabtu, (29/08/2009)


Sesuci Ramadhan

Maghfirah merekah
Dalam harum wangi Jannah
dan semilir Firdaus menggenang di atas telaga Kautsar
membuka daun-daun pintu syurga
bagi penyebut asmaMu yang bertaubat
di bulan Ramadhan                                                                 
Sabtu, (29/08/2009)


Tak Ingat Arah

Musim paceklik datang lagi. Menjerang wangi pagi seperti sore. Angin malam menyeret-nyeret segumpal puisi langit. Menarikan asa-asa yang terlepas. Derit jam, sedetik-sedetik. Sampai ke penghujung waktu. Dan langkahku tak juga pasti. Kemana bumi kan di jelajah. Mengais mimpi yang dulu ditanam
Sabtu, (19/09/2009)
Sabtu, (26/09/2009)


Dimanakah Kau Simpan Potongan Hati Itu?

Kita sudah bicara pada angin. Kala kau dan aku menyemai bibit rindu. Lalu segumpal mimpi jadi harta kita. Dan kita sembunyikan bersama dibalik gerimis. Mendung semakin menebal di kantung hujan perpisahan. Tapi tak kutemukan lagi yang kita simpan. Mungkinkah?

Sabtu, (03/10/2009)

Tangkai Pelangi


Hujan menetes lagi. Rimbunan perdu mega basah merekah. Tergelincir di langit separuh kelabu. Kulihat segores ranting aneka warna. Melengkung diam-diam dipangkuan bola kuning raksasa. Tangkai yang harum, seperti cinta.
Sabtu, (03/10/2009)

(Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz)

1 comment

  1. Silahkan untuk berkomentar, namun ingat ya link hidup tidak diperkenankan diletak sembarangan di sini. Insya Allah saya siap kok blog walking tanpa harus nempel-nempel backlink. Ok. Thanks

    ReplyDelete

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital