www.kinamariz.com
Sakinah Annisa Mariz foto di pelataran Taman Budaya Medan
|
Bangkitnya peradaban manusia, dapat diukur dari karya-karya yang lahir pada zamannya. Daya cipta, rasa dan karsa yang dimliki setiap insan, menjadi catatan sejarah akan keberhasilan yang dicapai suatu bangsa. Salah satu karya yang murni dihasilkan manusia dan kontemplasinya dengan alam adalah karya sastra. Karya yang muncul dari kegelisahan-kegelisahan ataupun kegembiraan, keindahan, dan kedamaian yang terlahir dari kontemplasi itu, kemudian dinikmati kembali oleh manusia.
Manusia tentunya mempunyai pilihan, apakah akan menjadi pencipta atau penikmat sastra? Setiap orang berhak mengambil pilihannya masing-masing. Salah satu bentuk karya sastra itu adalah puisi. Puisi, rangkaian makna-makna, disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangkan simbol dan tanda yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pendengarnya. Membaca puisi adalah proses ketika sesorang menikmati puisi tersebut, kemudian menyuarakannya untuk didengar dan dinikmati pula oleh orang lain.
Membaca puisi sangat jauh berbeda dengan mendeklamasikan puisi. Membaca puisi berarti membacakan puisi dengan melihat teks puisi. Mendeklamasikan puisi, berarti menghafal teks puisi, kemudian melakokankannya dalam ruang gerak yang luas dan bebas, ekspresif. Perbedaan makna ini perlu menjadi perhatian yang serius bagi penikmat dan pelaku sastra. Banyak konsep-konsep deklamasi yang terkadang masih dipakai ketika seseorang membaca puisi, padahal jelas berbeda tekniknya.
Ketika seseorang membaca teks puisi, maka hal yang paling penting diperhatikan adalah :
- Intonasi (tinggi-rendah suara), merupakan bagian dimana ketika seseorang membaca puisi dengan penekanan-penekanan suara yang menafsirkan maksud atau arti puisi secara jelas dan tepat pemaknaannya.
- Artikulasi (kejelasan vokal dan ketepatan ujaran), adalah bagian yang perlu disimak dengan teliti dan cermat. Ujaran yang diucapkan ketika membaca puisi tidak boleh meleset dan salah ucap, karena bisa menimbulkan pergeseran makna.
- Ekspressi (mimik wajah), yakni raut wajah yang ditunjukkan ketika seseorang membaca puisi. Wajah ketika membaca puisi, haruslah wajah yang mencerminkan makna puisi yang dibaca, sehingga pendengar turut merasakan makna puisi yang dibacanya.
Ketiga aspek inilah yang paling penting dinilai dalam pembacaan puisi. Skor biasanya diberikan pada kisaran angka 10 sampai 100. Perumusannya adalah : jumlah skor/3. Atau jumlah skor dibagi tiga kategori tadi.
Apabila ketiga aspek yang harus dipenuhi seorang pembaca puisi tadi sudah lengkap dan koherensi ketiganya berjalan mulus, maka tercapailah skor 100 untuk pembaca puisi tersebut. Pemberian skor, haruslah diberikan secara cermat dan hati-hati. Pembaca puisi yang baik adalah pembaca puisi yang jujur. Dengan kejujuran diri sewaktu membaca, penghayatan dan korelasi ketiga aspek penting di atas akan lebih mudah terbangun.
Demikian catatan kriteria penilaian saya saat menjadi Juri Lomba Baca Puisi. Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh Sakinah Annisa Mariz semasa menjadi Volunter Hari Anak Nasional dari Pemprovsu 2011.
Silahkan untuk berkomentar, namun ingat ya link hidup tidak diperkenankan diletak sembarangan di sini. Insya Allah saya siap kok blog walking tanpa harus nempel-nempel backlink. Ok. Thanks
ReplyDelete