Prolog untukmu Para Pembaca Setia


#SakinahMenulis-"Kerja jadi penulis itu ngapain? Apa masa depannya terjamin kalau sudah nggak bisa nulis lagi?" Demikian orang-orang bertanya padaku. Tidak hanya sekali, dua kali, namun sering kali. Pertanyaan ini justru datang dari orang-orang yang berpendidikan, berseragam, bahkan yang selalu bepergian jauh. Mereka mencemaskan masa depanku karena ingin fokus jadi penulis. Menurutnya, gelar yang kudapat di Universitas sangat tidak cocok bila sehari-hari hanya berhadapan dengan laptop, gadget, dan buku. 

"Harusnya kamu bekerja yang lain. Yang kelihatan benefitnya, atau jadi Youtuber saja sekalian. Biar terkenal seperti siapa itu? Si Cicis atau Petir?" ujar mereka menasihatiku. Bahkan dalam sebuah event yang mengundang penulis, seorang klien PR dari Perusahaan Ternama (entah karena merasa akrab atau memang asal bicara) pernah mengusulkan padaku agar membuat konten video saja. "Tidak usahlah capek-capek menulis lagi mbak. Sekarang orang sudah malas membaca. Buat Channel Youtube saja. Orang lebih suka menonton, kok!" sarannya kepadaku.

Aku yang selalu mencintai kata-kata ini takjub dan risih sekali mendengar usulnya. Tak kusahut, tak kulawan. Hanya senyum kaku dan ekspressi datar yang kuberikan sebagai jawaban. Terlepas dari apa kata orang-orang, bagiku menulis tak sesederhana itu. Menulis adalah cara kita mengungkapkan ide-ide, gagasan, logika, fakta, opini, kepada orang lain dengan lebih terstruktur. Buatku, percakapan tanpa suara ini begitu berharga, karena dia butuh proses yang mendalam baik itu oleh pembaca atau penulisnya. Menulis adalah bagian dari kerja intelektual, prinsipku.

Namun memang logika tak bisa berjalan tanpa logistik. Tahun-tahun setelah aku meninggalkan dunia kantor dan institusi, terus terang kondisi finansialku pribadi pernah terpuruk. Walaupun berstatus sebagai istri, aku tetap punya dompet untuk uangku sendiri. Uang dari suami akan kupergunakan untuk segala keperluan rumah tangga, jalan-jalan kami, infaq kami, dan tabungan. Sedangkan uangku, akan kugunakan untuk keperluanku atau sekehendak hatiku. Menurutku wanita yang punya uang sendiri itu keren. Bukan berarti aku tidak bersyukur atas segala kebutuhanku yang sudah dilengkapi segalanya oleh suami, aku hanya ingin tetap mandiri. Aku tidak ingin merepotkan siapapun untuk keinginanku, karena itu menurutku bahkan seorang istri harus tetap mandiri.

Lalu di tengah keterpurukan itu, datang kesempatan untuk memulai diri yang baru, menjadi penulis di blog pribadi yaitu blogger. Blog ini bukan hal yang baru, di tahun pertama aku menginjak Kampus, aku sudah membuatnya. Kala itu motivasiku adalah agar terlihat keren karena punya arsip pribadi. Aku bahkan menamai blogku dengan Dermaga Puisi, lalu berganti Sakinah Mariz. Tahun-tahun berlalu, blog ini selalu kosong. Kuisi hanya bila sedang mood dan terus terang, sering ditinggal berbulan-bulan. Atas saran suamiku, aku pun membeli domain sendiri yaitu www.kinamariz.com dengan taglineku "Sakinah Menulis". Jalanku tidak selalu mulus, karena untuk menjadi blogger yang (tampak) profesional aku harus membayar banyak lebih dulu. Tentu saja, suamiku lah yang menanggung biaya ini itu dan segalanya sampai tujuanku tercapai. Dia seperti malaikat penyelamat yang selalu tahu kapan harus bertindak.

Aku terus ditopang dengan bahu yang kokoh, lalu mengapa aku tidak berdiri?

Perjalanan menjadi seorang Blogger pun dimulai. Aku semakin akrab dengan banyak penulis blog lainnya dan terjun bebas ke dunianya. Blogger dengan segala rumit canggihnya, mengembalikan kepercayaan diriku yang pernah rapuh. Blogger membuatku tahu, harus menjawab apa saat aku ditanya bekerja dimana. Blogger membawaku kemana-mana, sekaligus tidak kemana-mana alias diam saja di rumah. Blogger membuatku punya uang, makan enak, dan bisa menulis sekehendak hatiku tanpa ragu akan dimuat di koran atau tidak, atau akan diterbitkan atau tidak. Aku lepas dari segala kegelisahan hanya karena memiliki sebuah halaman blog pribadi. Perjalanan menjadi penulis ini yang telah mengubahku.

Karena itu, kepada pembacaku yang pernah bermimpi menjadi apapun, jangan pernah mengabaikannya. Kalau kamu merasa hidupmu selesai setelah diwisuda, kamu salah. Masih ada jenjang lagi menuju karir. Jika kamu merasa karirmu tamat setelah menikah dan berkeluarga, kamu juga salah. Masih ada waktu untuk menggapai harapanmu. Walau sepuluh, seratus, seribu orang merasa tak yakin akan kemampuanmu, jangan pernah tampakkan. Kamu harus kuat dengan pilihanmu sendiri. Selama pilihan itu tidak merugikan orang lain atau membinasakan dirimu, lakukanlah apa yang kamu yakini dengan benar.

Dibayar untuk pekerjaan yang kita cintai, sangat menyenangkan. Terima kasih para pembacaku. Semoga kamu selalu berbahagia. 

Salamku.

Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz

1 comment

  1. Terima kasih telah mampir dan memberi komentar di blog saya. Blogwalking siap meluncur!

    ReplyDelete

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital