Ternyata 7 Kebiasaan Ini Tergolong Cyber Bullying, Jangan Sampai Kamu Melakukannya!


#SakinahMenulis-Cyber Bullying alias perundungan di dunia internet semakin marak terjadi. Kasus merisak (membully) ini di Indonesia cukup menjadi perhatian pemerintah karena terus meningkat pesat seiring dengan maraknya pengguna sosial media. Dilansir dari situs nasional.tempo.co pada 23 Juli 2018, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, dari 161 kasus, 41 kasus di antaranya adalah kasus anak pelaku kekerasan dan bullying. Artinya pelaku cyber bullying ini tidak hanya pada taraf usia dewasa, namun sudah merambah ke usia anak. Cukup memprihatinkan sekali ya.

Cyber Bullying dan Gaya Hidup Sosial Media
Idealnya, sosial media adalah ruang maya bagi kita untuk bersosialisasi bersama banyak orang menembus ruang dan waktu. Bisa berinteraksi dengan berbagai orang dari ribuan mil, berbeda bahasa dan negara, seharusnya adalah hal yang menyenangkan. Namun akhir-akhir ini, banyak pengguna sosial media justru mengeluh karena hate speech dan cyber bullying semakin rentan menyerang hingga terbawa ke dunia nyata. Tidak sedikit orang yang merasa kecewa dan sedih karena akunnya diserang kata-kata jelek, hinaan, sampai konfrontasi yang menjadikan si pemilik akun merasa resah hingga depresi.

Gaya hidup yang erat dengan sosial media menjadikannya sangat dekat dengan kehidupan kita. Di situs hukumonline.com, disebutkan UU ITE No. 11 Tahun 2008 berisikan 3 pasal mengenai defamation (pencemaran nama baik), penodaan agama, dan ancaman online. Jadi sebagai pengguna internet yang bijak, sudah saatnya kita cerdas menggunakan sosial media. Saya mengelompokkan 7 kebiasaan yang bisa menjerumuskan kita ke dalam prilaku Cyber Bullying yang amit-amit, jangan sampai ya kita melakukannya. Make your social media fun again!

1. Kepo Berlebihan
Segala yang berlebihan itu tidak baik, termasuk saat kita sangat ingin tahu (kepo) tentang hidup orang lain. Sosial media semisal Instagram biasanya jadi spot yang paling nyaman kepo-in profil orang lain. Tanpa harus mengikuti (follow), konten profil pengguna bisa diberi tanda suka (love) atau dikomentari. Nah, efek panjang dari sifat kepo berlebihan ini adalah fanatisme yang bisa saja membuat kamu keceplosan saat berkomentar. Syukur kalau komentarnya positif, kalau negatif? Esoknya tanpa sadar komentar negatif lagi? Jangan dibiasakan deh, nanti keterusan susah berhentinya.

2. Kurang Apresiasi, Sukanya Kritik
Kritik dan hinaan itu berbeda ya gaes. Ingat saat Selebgram Awkarin menutup akun Instagramnya karena banyaknya haters yang mengkritik dia? Terlepas dari seberapa banyak yang mendukung atau mencemooh aktris yang satu ini, banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisahnya. Salah satunya adalah membedakan kritik dan cacian. Boleh-boleh saja kamu mengkritik, namun tetap dalam koridor bahasa yang santun. Jangan sampai, kamu mau memberikan catatan untuk kebaikan orang lain ke depannya, malah membuat orang hancur. You are what you say. Yuk biasakan apresiasi sebelum kritik.

3. Sukanya Buka-bukaan
Iya, kamu orangnya terus terang. Orangnya nggak suka ribet, maunya lempeng dan blong aja. Iya, benar. Tapi tidak semua orang suka diperlakukan demikian. Mulai sekarang, coba direm dulu kebiasaan skrinsyut di sosial media. Karena boleh jadi, kamu merasa itu tidak apa-apa tapi menurut orang lain itu kebablasan.

4. Dirty Talk Walau Niat Bercanda
Bukan dalam makna Inggrisnya, namun istilah Medan-nya ini cakap kotor alias kata-kata umpatan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. Haduh sayang, pengguna sosmed ini beragam usianya. Bahkan lebih banyak anak di bawah umur. Mohon dikurangi ya bahasa-bahasa tidak enak itu, karena bisa berpengaruh besar. Kasus dirty talk ini cukup jadi perhatian juga sebab ada Brand Ternama bahkan pernah membatalkan kontrak hanya karena si pemilik akun yang mengucapkan kata jelek itu di postingannya.

5. Menghasut Teman
Hobi mentag nama teman di akun yang isi komentarnya menjelekkan sesuatu. Sebaiknya jangan lagi ya. Karena kebiasaan mengikut sertakan teman kamu dalam hal bully membully adalah perbuatan paling berbahaya. Artinya kamu sedang menambah jamaah untuk berbuat kejahatan. Dosanya bukan ditanggung ramai-ramai, tapi dosamu makin banyak, kawan!

6. Membagikan Postingan Jelek ke Orangnya
Konten hoax yang belum jelas kebenarannya, lalu kamu sebarkan bersama profil orang yang terlibat dalam pemberitaan palsu tersebut, adalah jahat. Please, berteman jangan semengerikan itu ya. Jika kamu mau mengklarifikasi, kamu bisa kok menghubunginya secara pribadi untuk menanyakan kebenarannya.

7. Si Tukang Ngeten Alias Ngintip
Di Medan, istilah stalking itu ya ngeten. Mengintip atau mengeten itu adalah perbuatan yang kurang terpuji ya. Beda tipis dengan kepo yang selalu mau tahu dengan kehidupan orang, ngeten ini lebih mengerikan karena gerak-geriknya punya tujuan untuk mencari hal-hal yang tidak disebarkan secara umum. Hm, lebih baik jangan dilakukan karena kebiasaan ini bisa berdampak buruk dan parah sekali lho kalau ketahuan orang lain. Bukan cuma kamu malu, tapi juga bisa menjurus pada perbuatan cyber bullying.

*Tulisan ini disertakan sebagai bahan artikel TOT-2 Siberkreasi Netizen Fair Medan 2018

Ditulis oleh : Sakinah Annisa Mariz

18 comments

  1. Silahkan untuk berkomentar, namun ingat ya link hidup tidak diperkenankan diletak sembarangan di sini. Insya Allah saya siap kok blog walking tanpa harus nempel-nempel backlink. Ok. Thanks

    ReplyDelete
  2. ya itu lah si pembully yaitu seseorang yg susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah.jadi kita jika posting di sosmed yg baik baik sajalah 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul itu Miss Ani. Share kebaikan dan hal positif biar lingkungan kita ikut positif ya Miss

      Delete
  3. Lengkap padat. Bahasanya bagus. Top

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, semoga kita bias menjadi bagian dari netizen yang budiman ya :)

      Delete
  4. Sudah sepatutnya gak boleh membully yah mba, thanks banget sharingnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar mba. Terima kasih sudah mampir. Salam kenal dari Medan yah mba Nur

      Delete
  5. Kinaaa bagus banget info mu ini,, aq pernah soalnya jd korban bully ahahaa semoga ini ttidaak terjadi sama org lain lg ya,, ga enak tau rasanya.. ahaha

    ReplyDelete
  6. Banyak banget nih kita dapatkan, biasanya para wanita meski banyak juga para pria.
    Yang kepooooo nya minta dijitak.

    Sampai2 nanya agama, nanya kerja di mana, gaji berapa?, fee berapa..
    Suaminya kerja apa.

    Ihh risih banget saya liat komen kepo kayak gitu.
    Semacam gak ada kerjaan lain, selain kepoin orang lain hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul kak Reyne, kebiasaan kepo ini yang bikin bete ya kak. Dari kepo nambah ke bully/sarkasme, inilah dia bibit-bibit perusak kebahagiaan di sosmed perlu kita musnahkan kak. Hehehe

      Biasanya nih kak, pengalamanku itu yang suka ngomong asal pasti akun fake dan owner akun itu umurnya masih bocah. Jadi belum paham betul etika bersosmed gimana. #MakeSocialMediaFunAgain

      Delete
  7. Hihi bener beeener banget ni kak
    Jujur di medsos lama lama aku paling takut klo dikepoin doang, disapa ga pernah tapi dikepoin iya ahahahhahaha
    Makanya sekarang settingan medsos aku mainin, biar yang kepo doang ga bisa liat keseharian retjehku, soalnya selain malu kadang takut kali dibatin yang ga ga ahahhaha

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Richard, thanks for sharing. But you should not add backlink in this post. You can write the text without url. Thanks.

      Delete
  9. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Abarie1, thanks for sharing. But you should not add backlink in this post. You can write the text without url. Thanks.

      Delete
  10. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Alexander, thanks for sharing. But you should not add backlink in this post. You can write the text without url. Thanks.

      Delete

Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.

Literasi Digital